MAKALAH ASKEP CHOLESISTITIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hati merupakan organ yang berperan pada hampir semua fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas yang berbeda. Pembentukan dan sekresi empedu merupakan fungsi utama hati.
Empedu merupakan suatu cairan isosmotik yang mengandung kira-kira 97 % air (Sodeman ; 1995, 599). Selain menyimpan, mengangkut, dan memngeluarkan empedu, kandung empedu juga berfungsi memekatkan empedu. Empedu sendiri mengandung garam-garam empedu yang bersifat amfipatik, pigmen empedu, dan bahan lain yang larut dalam larutan elektrolit alkalis. Kandung empedu sendiri mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu, yang akan disalurkan ke duodenum oleh adanya relaksasi sfingter oddi.
Pengetahuan mengenai metabolisme garam empedu sangat penting karena garam empedu dibutuhkan untuk dua fungsi penting, yakni :
1. Pelarutan miselar pada arbsorbsi lemak dalam makanan.
2. Pemeliharaan kolesterol empedu dalam larutan (Sodeman ; 1995, 600).
Empedu akan disekresikan setiap hari. Sebagian komponen empedu diserap ulang dalam usus, kemudian dieksresikan kembali oleh hati (sirkulasi enterohepatik) (Ganong;1998, 487 ).
Karena itu kandung empedu juga memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolik tubuh. Apabila terjadi perubahan konsentrasi pada komponen empedu maka akan dapat berakibat fatal pada fungsi empedu seperti cholesistitis yang merupakan diagnosa penyerta dari adanya batu empedu (kolelitiasis).
B. Pokok Bahasan
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai cholesistitis baik akut maupun kronik yang meliputi pengertian, etiopathofis, gejala klinik dan komplikasi, studi diagnosa dan penemuan. Kemudian dilanjutkan dengan asuhan keperawatan yang dimulai dari pengkajian, analisa data, diagnnosa keperawatan, intervensi, implementasi sampai dengan evaluasi.
C. Tujuan
1. Umum.
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme dari
penyakit cholesistitis.
2. Khusus.
Agar mahasiswa mampu :
• Mendefinisikan pengertian cholesistitis.
• Mennyebutkan etiologi dengan benar.
• Menjelaskan patofisiologis dari colesistitis.
• Menyebutkan maniffestasi klinik cholesistitis.
• Merumuskan asuhan keperawatan pada pasien dengan cholesistitis dimulai dari pengkajian, analisa data, merumuskan diagnosa, intervensi, implementasi sampai evaluasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Cholesistitis adalah suatu inflamasi pada kandung empedu secara akut atau kronik dan biasa terjaddi akibat penggendapan batu empedu (Mosby;1991, 1363).
B. Etiologi
Diperkirakan bahwa adanya sumbatan yang dikombinasi dengan infeksi bakterial merupakan salah satu penyebab dari adanya cholesistitis akut. Sumbatan tersebut terjadi karena adanya batu empedu yang terbentuk akibat perubahan komposisi empedu.
Batu-batu empedu tersebut bisa tedapat di duktus koledukus, duktus hepatikus, dan duktus pankreas. Sumbatan batu empedu dapat mengakibatkan distensi kandung empedu serta gangguan aliran darah dan limfe dan bakteri komensal kemudian berkembang biak. Adapun jenis-jenis batu dapat diklasifikasikan berdasarkann substansi yang membentuknya yaitu batu yang berasal dari bilirubin dan yang berasal dari kolesterol.
Batu pigmen Batu kolesterol
Penampilan
Warna
Pembentukan
Pasca kolesistektomi
Penyakit yang berkaitan Tepi bergerigi
Cokelat kemerahan tua
Intraduktus
Dapat kambuh
Keadaan hemolitik sirosis investasi parasit Permukaan halus
Bening
Di dalam vesika felea
Jarang kambuh
Kolesterol berlebihan
Jenis batu empedu, disadur dari ( “ Sodeman patofisiologi ” tab. 31-2 Hal.603 ).
C. Phatofisiologi
Ada beberapa faktor spesifik yang mendukung terbentuknya batu empedu yaitu; faktor metabolis, stasis dan peradangan.
1. Faktor metabolis.
Peningkatan salah satu dari tiga komponen utama empedu (asam empedu, bilirubin dan kolesterol) dapat mendukung terbentuknya batu. Metabolisme kolesterol yang tidak sempurna sering dijumpai pada orang dengan obesitas, grafida, diabetes dan hypotiroidisme.
2. Statis.
Penimbunan bilirubin dalam kandung empedu akann mengakibatkan penyerapan air yang berkelebihan dan darah empedu akan membantu mempercepat proses terbentuknya batu.
3. Peradangan.
Mukosa kandung empedu yang sebenarnya tidak permiabel akan menjadi permiabel dan asam empedu yang membantu melarutkan kolesterol diserap sehingga kolesterol gagal dilarutkan.
Setelah batu terbentuk, maka akan menimbulkan nekrosis, tekanan dan infeksi pada dinding saluran empedu. Akibanya akan terjadi kejang dan nyeri akibat peradangan. Cholesistitis kronik merupakan perpanjangan cholesistitis akut. Namun cholesistitis kronik lebih banyak disebabkan oleh mekanikal dan injuri bahan kimia olehh batu empedu, akibat scar dan ulcer pada dinding saluran empedu. Pada cholesisttitis kronik dapat terjadi infeksi bakteri, dan pada saluran empedu akan terlihat putih mutiara dan cairan empedu menjadi keruh.
Perdangan pada cholesistitis akut dan kronik akan merangsang respon tubuh. Nyeri dapat terjadi akibat hambatan aliran empedu. Selain menimbulkan nyeri, peradangan juga dapat mengakibatkan tendernes ( lunak ) pada saluran kanan atas. Pada cholesistitis kronis dapat terjadi abstraksi dalam jangka waktu yang lama dan mengakibatkan gangguan fungsi gastrointestinal dan joundice.
Manifestasi klinik
(akut dan kronik)
D. Manifestasi klinik dan komplikasi
1. Cholesistitis akut
• Nyeri hebat pada epigastrium kanan atas secara mendadak, lalu akan menyebar ke punggung dan bahu kanan.
• Penderita berkeringat banyak dan gelisah.
• Nausea dann vomiting.
• Nyeri dapat berlangsung lama dan dapat kambuh lagi.
• Bila sakit mereda, maka nyeri dapat terjadi di atas kandung empedu, gejala nyeri akan bertambah bila makan banyak lemak.
• Demam dan ikterus (bila terdapat batu di duktus koledokus dan sistikus).
2. Cholesistitis kronis
Manifestasi klinis cholesistitis kronik hampir sama dengan cholesistitis akut tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik tak kelihatan. Komplikasi yang biasa terjadi adalah adanya infeksi kandung empedu serta obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus.
E. Studi diagnosa dan penemuan
1. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan adanya leukositosis, hiperbilirubinemia, dan peninggian alkali – fosfatase.
2. Pemeriksaan radiologik :
a. Ultrasound : menyatakan kalkuli, distensi kandung empedu/duktus empedu.
b. Kolesistogram (untuk cholesistitis kronik) menyatakan adanya batu pada kandung empedu.
c. Skan CT : menyatakan kista kandung empedu, dilaktasi duktus empedu dan membedakan antara ikterik obstraksi/non obstraksi
d. Foto abdomen (multi posisi) : menyatakan gambaran radiology (klasifikasi) batu empedu, klasifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Data subjekif
a. Adanya gangguan rasa nyaman/nyeri : lokasi, lama, beratnya, aktor pencetus.
b. Pada gastrointestinal : nausea, vomiting, anorexia, eruction, tidak toleransi pada makanan berlemak, perubahan warna urine dan faeces.
c. Riwayat demam dan menggigil, serangan jaundice.
d. Masalah pengetahuan tentang pengobatan dan harapan akan pengobatan.
2. Data objektif
a. Tanda vital : TD, nadi, pernapasan dan suhu meningkat.
b. Status cairan : BB, turgor kulit, mukosa membran lembab, intake dan out put.
c. Adanya jaundice.
d. Distensi abdomen, tendernes pada kuadran kanan atas.
e. Wajah menahan nyeri, perilaku berhati-hati dan gelisah.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Potensial kekurangan volume cairan tubuh b/d Nausea, vomiting, penurunan intake,demam.
Goal : pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan yang
adekuat selama perawatan.
Objective : -. Dalam jangka waktu 24 jam mukosa mulut lembab, turgor
kulit normal dan TTV dalam batas normal.
-. Dalam jangka waktu 2 – 3 Jam pasien tidak menunjukkkan
gejala mual muntah.
2. Potensial terjadi injuri dan pendarahan b/d gangguan obstruksi vitamin K.
Goal : pasien akan mempertahankan keutuhan / integritas kulit selama
dalam perawatan.
Objective : pasien tidak akan menunjukkan tanda-tanda pendarahan dan
kerusakan integritas kulit.
3. Nyeri b/d agen cedera biologis : obstruksi/spasemen duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Goal : pasien akan menunjukkan perasaam nyaman selama perawatan.
Objective : dalam jangka waktu 1 – 2 Jam pasien akan menunjukkan perasaan nyaman dan perilaku nyeri hilang.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual/muntah dyspepsia dan gangguan pencernaan lemak sehubungan dengan obstruksi aliran empedu.
Goal : pasien akan pertahankan pola nutrisi yang adekuat selama perawatan.
Objective : -. Dalam jangka waktu 1 – 2 Jam mual / muntah akan berhenti.
-. Pasien akan menghabiskan porsi makan yang diberikan setiap kali makan.
5. Kurang pengetahuan b/d kurang terpapan informasi
Goal : pasien akan memahami tentang penyakit dan berpartisipasi dalam program pengobatan selama pengobatan.
Objective : dalam jangka waktu 30 menit setelah penjelasann pasien dapat menjelaskan gambaran penyakit secara umum.
III. Intervensi (perencanaan)
Diagnosa Intervensi Rasional
1. Potensial kekurangan volume cairan b/d Nausea, vomiting; penurunan intake demam.
2. Potensial terjadi injuri dan pendarahan b/d gangguan obstruksi vitamin K.
3. Nyeri b/d agen cedera bioplogis : obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/ nekrosis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual/mun-tah, dyspepsia dan gangguan pencernaan lemak sehubungan dengan obstruksi aliran empedu.
5. Kurang pengtahuan b/d kurang terpapar informasi.
• Kaji membran mukosa / kulit, nadi perifer dan pengisian kapiler.
• Awasi tanda / gejala peningkatan / berlanjutnya mual muntah, keram abdomen,kelemahan kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif/ tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
• Hindarkan lingkungan yang berbau.
• Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut : berikan minyak.
• Kaji pendarahan yang tak biasanya.Contoh : pendarahan terus-menerus pada sisi injeksi, mimisan, pendarahan gusi, ekimosis, petekkie, hematemesis / melemah.
Kolaborasi
• Masukkan selang NG, hubungkan ke penghisap dan pertahankan potensi sesuai indikasi.
• Berikan anti emetik, contoh : proglorperazin (compazine).
• Kaji ulang pemeriksaan laboratorium. Contoh : Ht/Hb, elektrolit; GDA (pH); waktu pembekuan.
• Berikan cairan IV, elektrolit dan vitamin K.
• Lakukan tekanan pada area bekas injeksi ( vena + 5 menit, arteri + 10 menit ) dan gunakan jarum terkecil untuk menyuntik.
• Gunakan sikat gigi lembut dan kain penyeka, Bantu pasien untuk beraktivitas sehingga tak jatuh, pasien memakai sepatu / sendal bila berjalan.
Kolaborasi
• Berikan vitamin K sesuai aturan.
• Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0 – 10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, kolik).
• Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
• Gunakan sprei halus/katun ; cairan kalamin ; minyak mandi (Alpha keri), kompres dingin sesuai indikasi.
• Dorong menggunakan tekhaik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, vasualisasi, latihan nafas dalam.
Kolaborasi
• Perahankan status puasa, masukan/pertahankan penghisapan NG sesuai indikasi.
• Berikan obat sesuai indikasi:
Antikolinergik, contoh : atropin, propantelin (pro-Banthine).
Sedatif, contoh fenobarbital.
Narkotik, contoh : meperidine hidroklorida (Demerol), morfin sulfat
• Kaji distensi abdomen, berhati-hati, mendadak bergerak.
• Kaji/hitung pemasukan kalori.
• Timbang BB sesuai indikasi.
• Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau.
• Berikan kebersihan oral sebelum makan.
• Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Kolaborasi
• Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.
• Mulai diet cair rendah lemak Setelah selang NG di lepas.
• Berikan garam empedu, contoh : biliron : zanchol : asam dehidrokoik (decholin) sesuai indikasi.
• Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : BUN, albumin/protein serum, kadar transferin.
• Berikan penjelasan atau alas an tes dan persiapannya.
• Kaji ulang proses penyakit / progosis. Diskusikan perawatan dan pengobatan.
• Diskusikan program penurunan BB bila diindikasikan.
• Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minu-man tinggi lemak.
• Anjurkan istirahat pada posisi semi-fowler setelah makan.
• Memberikan informasi tentang status cairan / volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
• Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbul-kan defisit natrium, kalium dan klorida.
• Menurunkan rangsangan pada pusat muntah.
• Menurunkan kekeringan membran mukosa, menu-runkan resiko pendara-han oral.
• Protrombin menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko pendarahan/ hemonagi.
• Memberikan istirahat pada traksus GI.
• Menurunkan mual dan mencegah muntah.
• Membantu dalam eva-luasi volume sirkulasi, mengidentifikasi defisit dan mempengaruhi pilihan intervensi atau penggantian/koreksi.
• Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidak-seimbangan.
• Menurunkan trauma, resiko pendarahan/pem-bentukan hematoma.
• Menghindari resiko tinggi teradap cedera dan pendarahan.
• Memperbaiki ketidak-seimbangan.
• Membantu membedakan penybab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/perbai-kan penyakit, dan terjadinya komplikasi.
• Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen ; namun pasien akan melakukan posisi yang menghilang-kan nyeri secara alamiah.
• Menurunkan iritasi/kulit kering dan sensasi gatal.
• Menigkatkan isirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatan koping.
• Membuang secret gastes yang merangsang pengeluaran kolesistokinin dan kontraksi kandung empedu.
Menghilangkan refleks spasme/kontraksi otot halus dan membantu dalam manajemen nyeri.
Meningkatkan istirahat dan merilekskan otot halus, menghilangkan nyeri.
Memberikan penurunan nyeri hebat.
• Tanda-tanda non-verbal ketidak-nyamanan b/d gangguan pencernaan.
• Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi.
• Mengawasi keefektifan rencana diet.
• Untuk meningkatkan nafsu makan/menurun-kan mual.
• Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
• Membantu dalam mengeluarkan flatus dan penurunan distensi abdomen.
• Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat.
• Pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu serta mencegah kekambuhan.
• Meningkatkan pencernaan dan absorbsi lemak, vitamin larut dalam lemak, kolesterol. Berguna pada kolesitis kronis.
• Memberkan informasi tentang kekurangan nutrisi/keefektifan terapi.
• Informasi menurunkan cemas, dan rangsangan simpatis.
• Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
• Kegemukan adalah factor resiko yang dihubungkan dengan kolesistitis.
• Mencegah/membatasi terulangnya serangan kandung empedu.
• Meningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama proses pencernaan awal.
IV. Implementasi
Diagnosa I :
1. Mengkaji membran mukosa/kulit, nadi perifer dan pengirian kapiler.
2. Mengawasi tanda/gejalah peningkatan/berlanjutnya mual muntah, kram abdomen, kejang, kecepatan jantung, pernapasan dan bising usus.
3. Menciptakan lingkungan yang nyaman (bebas dari bau).
4. Membnatu pasien membersihkan oral dengan pencuci mulut (minyak).
5. Mengkaji perdarahan yang tidak biasanya terjadi.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memasang selang NG, pemberian anti emetik dan memberikan IV, elektrolit serta Vitamin K.
7. Mengkaji kembali pemeriksaan laboratorium.
Diagnosa II :
1. Melakukan tekanan yang lebih lama pada area bekas injeksi dan untuk menyuntik menggunakan arum yang terkecil.
2. Menggunakan sikat gigi lembut dan kain penyeka, membantu pasien beraktvitas, mengajurkan pasien menggunakan sandal/sepatu.
3. Kolabrasi untuk memberikan vitamn K sesuai aturan.
Diagnosa III :
1. Mengobservasi dan mencatat lokasi nyeri, berat (skala 0-10) dan karakter nyeri.
2. Membiarkan pasien melakukan posisi yang nyaman dan meningkatkan tirah baring.
3. Memasang sprei halus/katun, melakukan kompres dingin/lembab dan memberikan cairan kalamin.
4. Kolaborasi untuk memberikan obat sesuai indikasi.
5. Mempertahankan status puasan, masukan/mempertahankan pengisapan NG sesuai indikasi.
Diagnosa IV :
1. Menkaji distensi abdomen, pemasukan kalori dan respon (berhati-hati, menolak) serta BB.
2. Menciptakan suasana nyaman yaitu kebersihan oral sebelum makan, menghilangkan rangsangan berbau.
3. Meningkatkan aktivitas dan ambulasi sesuai toleransi tindakan kolaborasi.
4. Melakukan kolaborasi dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi.
5. Memberikan diet cair rendah lemak setelah selang NG dilepas dan memberikan garam empedu.
6. Mengkaji kembali pemeriksaan laboratorium.
Diagnosa V :
1. Menjelaskan alas an tes persiapannya.
2. Mendiskusikan penurunan BB bila diindikasikan serta perawatan dan pengobatan.
3. Mengkaji ulang proses penyakit/prognosis.
4. Menganjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman tinggi lemak.
5. Menganjurkan agar pasien beristirahat pada posisi semi-fowler setelah makan.
Jenis prosedur operasi yang dapat dilakukan dan didefinisinya :
1. Cholechystectmy : pengangkatan kandung empedu.
2. Cholecystostomy : membuka gald badder untuk mengalirkan empedu dan mengurangi tekanan pada saluran empedu.
3. Choleclochostomy : Insisi bedah pada saluran empedu biasa.
4. Choledocholithotomy : Pengangkatan batu empedu dari saluran empedu yang biasa.
5. Choledochoduodenostomy : Membuat hubungan antara saluran empedu dan duodenum.
6. Cholechystogastrostmy : Anastomosis (sambung) antara gall bladder dengan lambung.
V. Evaluasi
1. Volume cairan tubuh dalam batas normal ditandai dengan keseimbangan intake dan out put, TTV kembali normal (5 : 36,5o , 37,5o , TD : 120/80 mm Hg, R : 18 x/mnt, N : 80 x/mnt).
2. Tidak teradi injuri dan pasien tidak menunjukan tanda-tanda perdarahan, integritas kulit kembali normal.
3. Pasien tidak merasa nyeri (nyeri berkurang dari skala 10-0) dan tidak menunjukan perilaku nyeri lagi.
4. Pola kebutuhan nutrisi pasien kemmbali normal, mual muntah hilang dan dapat menghabiskan setiap porsi makan yang diberikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cholesistitis merupakan suatu inflamasi pada kandung empedu yang merupakan diagnosa penyerta dari cholelitiasis. Cholesistitis dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu metabolik, stasis dan peradangan.
Cholesistitis dapat terjadi secara akut dan kronik pada penderita cholesistitis biasanya akan menimbulkan gejala nyeri hebat pada epigastrium kanan, berkeringat dan gelisah, mual/muntah, dan tanda-tanda vital meningkat.
Studi diagnosa yang dapat dilakukan pada penderita cholesistitis antara lain : ultra sound, kolesistogram, CT skan, dan foto abdomen. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan adanya leukositosis, hiperbilirubin,dan alkali-fosfatase yang meningkat.
B. Saran
Dalam upaya mutu meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam melaksanakan asuhan keperawatan ada pasien cholesistitis maka disarankan bagi para perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan demi peningkatan mutu pelayanan dan dapat solusi bagi masalah baik individu, keluarga dan kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
• Doenges, Marilyn. E, 1999, “Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien”, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
• Ganong William. F, 1998, “Buku Ajaran Fisiologi Kedokteran”, Edisi 17, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
• Junaidi. P, dkk, 1982, “Kapitsa Selekta Kedokteran”, Media Aesculapius ; Jakarta.
• Long. P and Cassmeyer. W, 1991, “Medical-Surgical Nursing Concepts and Clinical Practice”, Fourth Edition, Mosby Year Book.
• Sodeman. A dan Sodeman. Thomas, 1995, “Sodeman Patofisiologi”, Edisi 7 Jilid II, Hipokrates ; Jakarta.
Selasa, 19 Juli 2016
MAKALAH ASKEP CHOLESISTITIS
Tags :
Endokrin
Related : MAKALAH ASKEP CHOLESISTITIS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar